Minggu, 12 April 2015

AKSARA JAWA YANG HAMPIR PUNAH

Aksara jawa sudah ada sejak zaman-zaman kerajaan dahulu. Namun kini, penggunaan aksara jawa sudah tidak digandrungi lagi, bahkan lama kelamaan akan hilang seperti hilangnya teori ‘Matahari Bergerak mengelilingi Bumi‘.
Dewasa ini Aksara Jawa sudah tidak banyak dikenal di kalangan generasi muda. Kebanyakan  para orang tua masih  mengenalnya, namun  untuk generasi mudanya, hampir dikatakan tidak ada atau hanya  segelintir saja. Di Daerah Istimewa Yogyakarta banyak ditemui nama jalan dan nama-nama tempat yang ditulis dengan menggunakan Aksara Jawa, yaitu huruf khas tanah Jawa yang bentuk dan aturan penulisannya tidak sama dengan huruf abjad pada umumnya. Namun tidak semua penduduk Jawa dapat mengerti arti-arti tulisan Aksara tersebut, bahkan tak jarang ditemui guru-guru bahasa Jawa tidak dapat dengan mahir membaca dan menulis huruf-huruf Aksara, mereka harus melihat karwuh basa Jawa untuk membaca atau pun menulisnya.
Karena minimnya pembelajaran mengenai tulisan Jawa  maka anak-anak menganggap bahwa Aksara Jawa itu susah, murid-murid di sekolah menganggap pelajaran materi Aksara sebagai nasib yang menyusahkan. Bila kita lihat di Thailand sana, mereka penduduk Thailand juga mempunyai huruf khas layaknya Aksara Jawa. Akan tetapi menulis dan membaca huruf-huruf tersebut tidaklah sulit bagi mereka, karena mereka bangga mempelajarinya.

Contoh Aksara Jawa yang saya buat

Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka dan Carakan, adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda danbahasa Sasak. Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Dalam sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad ke-19. Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi Graphite SIL, seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis.

Ciri-ciri
Suku kata /ka/ ditulis dengan satu aksara. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Aksara memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk
Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/, yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi (scriptio continua), dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa juga kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, dan tanda hubung.
Aksara Jawa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari 20 suku kata yang digunakan untuk menulisbahasa Jawa modern, sementara jenis lain meliputi aksara suara, tanda baca, dan angka Jawa. Setiap suku kata dalam aksara Jawa memiliki dua bentuk, yang disebut nglegena (aksara telanjang), dan pasangan (ini adalah bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis gugus konsonan).
Kebanyakan aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retrofleks yang digunakan dalam bahasa Jawa Kunokarena dipengaruhi bahasa Sanskerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.
Sejumlah tanda diakritik yang disebut sandhangan berfungsi untuk mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda diakritik dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan.

Sejarah
Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.
Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sanskerta yang biasa ditulis dalam naskah daun lontar. Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad ke-17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagaiCarakan atau hanacaraka berdasarkan lima aksara pertamanya.
Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, di antaranya cerita-cerita (serat), catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang. Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya warna.
Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di Sriwedari, Surakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standarisasi ortografi aksara Jawa. Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, di antaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946, dan sejumlah panduan yang dibuat oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006. KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di Unicode.

Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926, dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.







Saran : Sudah semestinya kita sebagai generasi selanjutnya menjaga dan melestarikan kebudayaan indonesia yang diberikan oleh nenek moyang kita. Sehingga kebudayaan tersebut tidak hilang maupun musnah.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Jawa
 
Copyright © Ezzooossss Softskill
Blogger Theme by BloggerThemes Sponsored by Internet Entrepreneur