Aksara jawa sudah ada
sejak zaman-zaman kerajaan dahulu. Namun kini, penggunaan aksara jawa sudah
tidak digandrungi lagi, bahkan lama kelamaan akan hilang seperti hilangnya
teori ‘Matahari Bergerak mengelilingi Bumi‘.
Dewasa ini Aksara Jawa sudah tidak
banyak dikenal di kalangan generasi muda. Kebanyakan para orang tua
masih mengenalnya, namun untuk generasi mudanya, hampir dikatakan
tidak ada atau hanya segelintir saja. Di Daerah Istimewa Yogyakarta
banyak ditemui nama jalan dan nama-nama tempat yang ditulis dengan menggunakan
Aksara Jawa, yaitu huruf khas tanah Jawa yang bentuk dan aturan penulisannya
tidak sama dengan huruf abjad pada umumnya. Namun tidak semua penduduk Jawa
dapat mengerti arti-arti tulisan Aksara tersebut, bahkan tak jarang ditemui
guru-guru bahasa Jawa tidak dapat dengan mahir membaca dan menulis huruf-huruf
Aksara, mereka harus melihat karwuh basa Jawa untuk membaca atau pun
menulisnya.
Karena minimnya pembelajaran mengenai
tulisan Jawa maka anak-anak menganggap bahwa Aksara Jawa itu susah,
murid-murid di sekolah menganggap pelajaran materi Aksara sebagai nasib yang
menyusahkan. Bila kita lihat di Thailand sana, mereka penduduk Thailand juga mempunyai
huruf khas layaknya Aksara Jawa. Akan tetapi menulis dan membaca huruf-huruf
tersebut tidaklah sulit bagi mereka, karena mereka bangga mempelajarinya.
Contoh Aksara Jawa yang saya buat
Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka
dan Carakan, adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda danbahasa Sasak. Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Dalam
sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang
pertama kali dikenalkan Belanda pada abad ke-19. Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu,
kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi Graphite SIL,
seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga
penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam
media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya
aksara tersebut selain di kalangan preservasionis.
Ciri-ciri
Suku
kata /ka/ ditulis dengan satu aksara. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan,
atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Aksara memiliki beberapa bentuk
untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk
Aksara Jawa
adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan.
Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/,
yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan
aksara Jawa dilakukan tanpa spasi (scriptio
continua), dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan
untuk dapat membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa juga
kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda
seru, dan tanda hubung.
Aksara Jawa
dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari
20 suku kata yang digunakan untuk menulisbahasa Jawa modern, sementara jenis lain meliputi
aksara suara, tanda baca, dan angka Jawa. Setiap suku kata dalam aksara Jawa
memiliki dua bentuk, yang disebut nglegena (aksara telanjang), dan pasangan
(ini adalah bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis gugus konsonan).
Kebanyakan
aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retrofleks yang digunakan dalam bahasa Jawa
Kunokarena dipengaruhi bahasa
Sanskerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf
ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.
Sejumlah tanda
diakritik yang disebut sandhangan berfungsi untuk mengubah vokal
(layaknya harakat pada abjad Arab),
menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda
diakritik dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi
diperbolehkan.
Sejarah
Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.
Tulisan Jawa dan Bali adalah
perkembangan modern aksara Kawi,
salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa
periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur
keagamaan dan terjemahan Sanskerta yang biasa ditulis dalam naskah daun lontar. Selama periode Hindu-Buddha, bentuk
aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang
tetap. Pada abad ke-17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk
modernnya dan dikenal sebagaiCarakan atau hanacaraka berdasarkan lima aksara pertamanya.
Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam
lingkungan kraton kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek,
di antaranya cerita-cerita (serat), catatan sejarah (babad),
tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Subjek yang
populer akan berkali-kali ditulis ulang. Naskah
umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda
baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya
warna.
Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di Sriwedari, Surakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan
landasan awal standarisasi ortografi aksara Jawa. Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak
panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, di
antaranya Patokan Panoelise
Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946, dan sejumlah panduan yang dibuat oleh
Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006. KBJ juga berperan dalam implementasi
aksara Jawa di Unicode.
Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa
telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926, dan sekarang lebih umum menggunakan
huruf latin untuk menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang
masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka
Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah
menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.
Saran : Sudah semestinya kita sebagai generasi selanjutnya menjaga dan melestarikan kebudayaan indonesia yang diberikan oleh nenek moyang kita. Sehingga kebudayaan tersebut tidak hilang maupun musnah.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Jawa